Senin, 12 Mei 2014

Dari awal seharusnya aku menyadari. Ada banyak hal didunia ini yang tak bisa kita paksakan, cinta juga termasuk...

41 bulan. Apa iya ngelupainnya mesti selama itu juga??

Tuhan aku merinduinya.. selalu malah.
Kupikir engkau tau Tuhan, otakku selalu saja mengingat semua tentang dia, apappun itu.
Semakin aku ingin menghindar untuk melupakannya, malah aku semakin ingat semua hal tentang dia, tentang kami. Dulu.

Hampir sebulan kami tak bertemu, dan hampir seminggu kami tak saling sapa, tak saling berkomunikasi. Aku bisa saja menelponnya, lalu memintanya kembali. Tapi aku tidak yakin kuat menerima respon yang nantinya akan dia berikan atas pernyataanku.

Aku mencintainya Tuhan, sangat mencintainya...

Sebodoh itukah aku? Setelah apa yang dia lakukan padaku, hatiku selalu saja memihak padanya, selalu memintanya kembali. Aku memaki diriku, memaksa otakku untuk tidak peduli dengan apapun tentang dia. Mungkin dia telah bahagia, dan sangat menikmati kesendiriannya. sedang aku disini (terpaksa) melupakannya. Membiarkan rindu itu kian dalam.

Ada ngilu yang mendadak mencaci, dan nyeri yang kian terasa.
Iya aku selalu saja lebay mengkhawatirkannya, padahal dia tak pernah peduli dengan tingkahku. Tuhan aku sudah sempat memohon padamu, jika semua kekhawatiran dan rasa sayangku membebaninya, aku mohon hapuskanlah dan berilah dia bahagia bersama orang yang baru. Segera!

Ada apa dengannya Tuhan? Kenapa semuanya terjadi ketika aku telah memilihnya, menganggapnya cinta yang sempurna?

Aku masih ingat tawanya, candanya, dan caranya memelukku saat aku rapuh. Saat aku kehilangan banyak semangatku.. Semuanya masih jelas berputar di otakku seperti parade musim panas yang begitu indah. Waktuku yang lebih dari 12jam tersita untuknya, segala perhatiankku pun hanya untuk dia. Sampai aku tak pernah berniat untuk melukainya. sedikit pun! Aku tak pernah mau memperdulikan orang lain yang mendekatiku, karena apa? Ya, karena aku terlanjur menyanyanginya. Aku seutuhnya padanya. Sungguh, aku tak pernah menyangkal dan menyembunyikan semua rasa yang kupunya untuknya.

Aku memang bodoh. Aku terlalu cepat menganggap semuanya nyata, dan aku terlalu banyak berharap pada hubungan ini, aku terlalu menginginkannya hingga aku lupa, kalau tak ada yang abadi didunia ini, termasuk juga cinta.

Janjinya untuk tidak meninggalkanku buyar begitu saja, hubungan yang hampir tiga setengah tahun ini berhenti mendadak, tanpa perang, tanpa perlawanan terlebih dahulu. Tak ada yang ku sesali sebenarnya, hanya saja aku kesusahan untuk menaggalkannya semuanya begitu saja. Semua itu sempat berarti untukku, dan aku tidak tega jika aku harus melupakannya begitu saja.

Tuhan, dulu kami sempat berlari bersama lalu berhenti bersama ketika salah satu dari kami kelelahan. Tapi saat ini biarkanlah aku menepi, menikmati segala sesuatunya sendiri. Kumohon hargailah perjuangan ku yang setiap hari selalu berusaha melupakannya.

Nanti jika Tuhan pertemukan kami disebuah persimpangan, kumohon tegurlah aku, agar aku kembali ingat untuk menemaninya berlari dijalan yang sama kembali. Tapi jika Tuhan tak wujudkan pertemuan untuk kami didepan sana. Kuharap dia dan aku merelakan sebuah perpisahan.

Saat ini Tuhan takdirkan perpisahan utnuk kami. Dan aku tak pernah mengharapkan untuk dipetemukan kembali dengannya. Seorang sahabatku pernah bilang sesuatu yang klise tetapi berhasil menyadarkanku dari kebodohanku, "Dia itu mungkin bukan seseorang yang kamu butuhkan, hanya saja terlalu kamu iginkan. Percayalah, Tuhan hanya mengujimu dengan sebuah kehilangan agar kemudian kamu lebih menghargai sebuah pertemuan. Dan yakinlah bahwa pada setiap kehilangan, Tuhan sedanng persiapkan seseorang yang baru yang jauh lebih baik darinya dan yang kamu butuhkan" Sabar dan Tunggu saja janji Tuhan...

Lalu..
Setelah tiga hari perpisahan itu terjadi, kembali hatiku diragukan dengan kemunculan seseorang yang baru, yang aku rasa terlalu cepat dikirim Tuhan.



Bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar